Pandu Hidayat's play Cermin Berkarat
Senin, 30 Maret 2009 | 10:46 WIB
Forum Bukan Musik Biasa setiap dua bulan sekali bertempat di Pendapa Wisma Seni, Taman Budaya Jawa Tengah, Solo. Pada periode ke- 11, Sabtu (28/3), menunjukkan eksplorasi atas berbagai kemungkinan terhadap musik - atau mengolah sumber bunyi - sesungguhnya tanpa batas dan tepi.
Lihatlah penampilan Kelompok Jagrag dari Pacitan yang mengeksplorasi "musik" dari empat mesin ketik manual dengan berbagai ukuran. Mesin-mesin ketik kuno itu ditaruh di atas tong atau beduk sebagai alat resonansi.
Musik yang muncul dari bunyi ketukan jari tangan, saat memutar kertas, atau memukul stang spasi, menghasilkan nada-nada yang unik. Ketika produksi bunyi itu tersusun, hasilnya komposisi musik yang segar, tanpa harus berasosiasi pada melodi lagu.
Kelompok beranggotakan Johan Perwiranto, Caraka, Paryanto, dan Purnomo, itu tampil sangat kompak saat menyajikan repertoar berupa musik perkusi dengan media batu kristal. Ada yang digesek, dibenturkan, dan ada pula yang ditabuh. Saat paduan bunyi itu mencapai puncak intensitasnya, hasilnya dentang-denting musik "primitif" yang menebarkan kedamaian.
Sebaliknya, Dimas Arnesto dan kawan-kawan (Yogyakarta) dalam Crescent Moon,yang berupa pertunjukan multimedia. Dia menggabungkan rekaman musik digital, dipadu langsung dengan ketukan ritmik pada beduk dan timpani, serta tiupan didgerido oleh Tommy.
Di latar belakang ada tayangan video yang menyajikan gambar abstrak untuk memberi suasana. Suasana berganti eksotis ketika seorang wanita menari di tengah pentas. Penari itu berbalut kain putih dengan tata rias yang futuristik, melengkapi konsep "musik masa depan" mereka.
Sajian lain yang membuat penonton awam agak mumet datang dari Pandu Hidayat dan Bahagia Pendeka Piliang (Yogyakarta). Keduanya menghadap satu meja, menampilkan permainan ritme dari bunyi detak jam yang teratur. Juga dari instrumen genggong, bende, metronome, pianika, dan bel sapi yang ditabuh dengan ketukan ritmik tetapi dengan perhitungan matematik.
Forum ini kian kaya dengan petikan alunan musik tradisional guzheng, sitar China berdawai berukuran besar. Adalah Dhika Maharani (Solo) yang berkolaborasi dengan ricikan musik setempat, seperti kendang, rebab, dan kecapi. Hasilnya musik "campursari" yang segar.
Sementara, Verita Shalavita Koapaha (Yogyakarta) bersama Yuri Nishida (rebab) dan Fajar Lintar Hidayanto (gitar), tampil mengesankan meski hanya menyajikan musik minimalis.
Kontributor : Asa
Re-Post: http://cetak.kompas.com
No comments:
Post a Comment